SAR Hidayatullah Peringati HUT RI ke-76 di Pesisir Pantai
BALIKPAPAN — Upacara peringatan HUT RI ke-76 di tanah lapang tentu sudah biasa. Namun bagaimana jika upacara tersebut dilangsungkan di pesisir pantai? Tentunya menjadi sesuatu yang unik.
Hal itulah yang dilakukan instruktur dan puluhan peserta Diklat Dasar SAR Hidayatullah Kaltim di Muara Longkeng, Pesisir Utara Pantai Amborawang Laut, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, pada momentum peringatan 17 Agustus 2021 beberapa waktu lalu.
Karena berlangsung di tengah pantai, peserta pun memanfaatkan satu batang bambu sebagai tiang bendera. Lalu seutas tali dikaitkan di salah satu cabang pohon jati yang berfungsi sebagai pengerek bendera.
Pelaksanaan upacara di pantai ini bermula dari aktifitas lanjutan dari rangkaian Diklat Dasar yang dilaksanakan SAR Hidayatullah Kalimantan Timur selama 10 hari sejak 12 hingga 22 Agustus 2021.
Berhubung Diklat ini digelar bertepatan dengan 17 Agustus, maka mereka pun tidak mau melewatkan kesempatan ini untuk memperingati heroisme dan patriotisme para santri, umara, ulama, dan rakyat dalam perjuangan melawan penjajah tersebut.
Sama seperti pelaksanaan upacara peringatan HUT RI pada umumnya, dalam kondisi yang serba terbatas, upacara kemerdekaan ini diawali dengan pengibaran sang Saka Merah putih diIringi lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Kemudian ada prosesi mengheningkan cipta, pembacaan UUD 1945 dan Pancasila, serta diakhiri dengan amanat inspektur upacara dan menyanyikan lagu-lagu kebangsaan.
Ketua panitia penyelenggara acara, Yuli Nugroho, mengatakan bahwa kegiatan peringatan HUT ini sudah menjadi bagian dsri schedulle rangkaian diklat.
“Jadi jauh hari ketika merancang agenda diklat, waktu peringatan beserta tempat pelaksanaan upacara sudah menjadi bagian dari agenda utama. Jadi ini buka respon atau mengikuti tren saja,” katanya.
Yuli juga bersyukur acara berjalan sesuai dengan agenda, meski pelaksanaan upacara dilakukan dalam keadaan hujan dan peserta basah kuyup.
Inspektur upacara, M. Rizky Kurnia Sah, dalam amanatnya menekankan pentingnya menyerap spirit kemerdekaan Indonesia ke dalam setiap sanubari anak anak bangsa.
Menurut Rizky, perjuangan para pahlawan bangsa dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia harus dijadikan sebagai bekal bagi generasi muda untuk terus merawat bangsa ini dengan semangat kerelawanan, keswadayaan, dakwah dan cinta.
“Selain meningkatkan skill serta kesadaran sebagai seorang rescuer yang siap membantu siapapun dan kapanpun, hal terpenting yang perlu dituai adalah bahwa diklat ini adalah simulasi dari perjuangan sesungguhnya bertahan dan berjuang menjalani kehidupan,” kata Rizky.
Rizky yang juga Kadiv Infokom PP SAR Hidayatullah ini menambahkan, bahwa tekanan intelektual, emosi, dan fisik serta penempaan spiritual yang konsisten diterima selama 24 jam 10 hari dalam diklat ini, diharapkan akan mengikis keegoisan dan jiwa individualistik untuk kemudian menjadi manusia baru yang sensitif dan memiliki jiwa empati dalam bermasyarakat.
“Kemerdekaan RI dapat diraih dengan adanya kepekaan akan rasa keadilan, serta dengan adanya kesabaran dan kesyukuran yang terus dibangun dan ditransformasikan oleh para ulama kepada santri dan rakyat,” kata Rizky yang juga pengurus PP Pemuda Hidayatullah ini.
Di sisi lain, lanjut Rizky, penjajah pun perlahan lahan tetapi frontal terus menanamkan benih benih penuh permusuhan dan keputusasaan kepada rakyat Indonesia yang dikenal dengan istilah politik becah belah (devide et impera) sehingga sesama kita terus saling bermusuhan.
Namun, seiring dengan tumbuhnya kesadaran akan kemanusiaan dan kehambaan, rakyat Indonesia terutama dari kalangan ulama dan santri, terus melakukan gerilya perlawanan demi untuk kemerdekaan Indonesia.
“Jadi 17 Agustus 1945 bukanlah simbol angka dan tanggal formalitas semata yang kemudian rutindirayakan setiap tahun. Tetapi ia juga menjadi simbol kemenangan. Alumni diklat harus dapat mewarisi mentalitas seperti itu,” pungkasnya.*/Ainuddin Chalik